Home / KARYA KITA / PRESIDEN JOKOWI PERLU RESHUFFLE KABINET

PRESIDEN JOKOWI PERLU RESHUFFLE KABINET

 

[MALANG] Prof Dr H Suko Wijono SH, MH mengatakan, kinerja Kabinet Kerja Presiden Jokowi sudah cukup waktu untuk dievaluasi kendati mereka baru bekerja sekitar enam bulan atau satu semester. Ada sejumlah posisi menteri yang harus didorong untuk lebih bekerja keras demi perbaikan kondisi ekonomi yang semakin hari semakin terpuruk, manakala Presiden Jokowi tetap enggan me-reshuffle-nya. Kebijakan di bidang ekonomi mesti memerlukan tangan dingin sosok menteri yang memiliki kemampuan luar biasa.

“Jatuhnya nilai rupiah di mata dolar AS hingga mencapai angka Rp 13.000 per dolar menunjukkan antisipasi kebijakan ekonomi dalam negeri kurang tepat. Sebab, perbandingan produk impor jauh lebih besar dari ekspor. Para pengusaha kecil-menengah sudah menjerit, lha menterinya kok bilang masih menguntungkan,” tandas Prof Suko Wijono, pakar Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara (HAN) dari Universitas Negeri Malang, Kamis (9/4) pagi.

Prof Suko Wijono yang juga Rektor Universitas Wisnuwardhana (Unidha) Malang itu mengingatkan, bahwa dengan kebijakan menaikkan harga BBM yang seharusnya menjadi alternatif terakhir, merupakan kebijakan yang mesti ditinjau ulang. Kenaikan harga BBM memberikan dampak yang sangat berat bagi kehidupan masyarakat luas, utamanya masyarakat menengah kebawah yang harus berhadapan dengan harga-harga yang mencekik akibat biaya transportasi yang tinggi.

Ia menambahkan, bahwa ada fenomena ekonomi di dalam negeri yang sulit dihilangkan, yakni begitu harga-harga (sembako) naik akibat biaya transportasi tinggi karena kenaikan harga BBM, maka ketika harga BBM diturunkan berapapun, maka harga (sembako) yang mahal tidak akan pernah turun seperti penurunan harga BBM. Ini harus disadari sosok Presiden Jokowi yang mantan pelaku ekonomi di Kota Solo itu.

“Presiden saya rasa sudah cukup mengevaluasi para menteri dan banyak di antara mereka yang belum mampu menunjukkan kepiawaiannya. Penekanan atau warning itu yakhin sudah disampaikan Presiden Jokowi dan Wapres JK, sebab harapan itu adalah representasi keinginan rakyat untuk hidup lebih baik dibanding waktu-waktu sebelumnya. Kalau tidak, ya harus mengajukan diri mundur agar memberi kemudahan bagi Presiden Jokowi untuk me-reshuffle-nya,” ujar Prof Suko Wijono.

Ia mengakui, bahwa melakukan reshuffle kabinet bukanlah sesuatu yang tabu dan memang butuh keberanian sosok Presiden (beserta Wapres) yang tangguh, karena hampir dipastikan akan memberi dampak politis, utamanya mereka yang menjadi representasi dari partai politik pendukungnya.

“Dari sejumlah menteri itu, yang moncer hanya Menteri Kelautan. Untuk Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet memang kurang memadai karena tidak memiliki pengalaman yang cukup. Sementara jajaran kementerian ekonomi, harus dirombak,” ujar Prof Suko lagi.

Terhadap menteri yang bukan berasal dari parpol, lebih mudah untuk menggantinya dibanding yang berasal dari parpol. Namun manakala pergantian menteri tersebut menemukan sosok pribadi (menteri) yang mumpuni di bidangnya, memiliki kemampuan luar biasa, maka di satu sisi akan bisa memberikan perbaikan ekonomi dan di sisi lain meningkatkan citra pemerintahan pimpinan Presiden Jokowi-Wapres JK.

Presiden tidak perlu takut dengan penilaian, bahwa reshuffle merupakan bagian dari kekeliruan Presiden (dan Wakil Presiden) dalam menyusun kabinet. Namun masyarakat luas tahu, bahwa pengangkatan seseorang menjadi pembantu Presiden (dan Wakil Presiden) tentu dengan banyak pertimbangan yang sangat rumit.

“Kalau sosok menteri itu kurang cakap, dan atau cakap namun bekerja sangat lambat, tidak sesuai dengan gerak cepat Presiden (dan Wakil Presiden), maka pertama perlu didorong dan apabila tidak juga jalan cepat, mereka harus rela mundur untuk diganti,” tandas Suko Wijono yang juga Rektor Universitas Wisnuwardhana (Unidha) Malang itu.

Khusus dalam menangani dualisme kepengurusan Partai Golkar (dan PPP), apa yang dilakukan pemerintah melalui Menkumham bisa dimaklumi karena Wakil Presiden RI sebagai sosok yang pernah menjabat Ketua Umum DPP Partai Golkar, tentunya sudah memberikan masukan atas plus-minusnya.

Pemerintah di sini sulit dianggap sebagai biang keladi, karena kekisruhan itu bermula atas ketidakpuasan sekelompok elite parpol yang bersangkutan menyikapi suatu ketidakadilan dan ketidakdemokratisan dalam mengambil keputusan.

“Saya sependapat dengan ’pesan’ yang disampaikan Wapres JK, bahwa tidak semua sosok pengusaha yang piawai memimpin, mengendalikan, apalagi membesarkan partai politik sebagaimana dia memimpin perusahaannya,” ujar Prof Suko Wijono. Karenanya sosok pengusaha (yang tidak memiliki pengalaman politik) yang cenderung haus kekuasaan itu tidak mengorbankan citra baik dan modal perusahaannya dengan menggunakan segala cara untuk menguasai suara publik. [ARS]

 

 

Diambil dari sumber: http://sp.beritasatu.com/home/presiden-jokowi-perlu-reshuffle-kabinet/83659 Kamis, 09 April 2015

Loading