REVISI UU PARPOL DAN PILKADA LEMAHKAN PERAN PARPOL
Wacana yang bergulir di DPR untuk segera melakukan revisi terbatas terhadap UU 2/2011 tentang Partai Politik (Parpol) dan UU 8/2015 tentang Pilkada, dinilai akan memperlemah peran parpol untuk menyelesaikan konflik internal. Untuk itu, agar dapat mengikuti pilkada serentak akhir tahun ini, parpol yang tengah dilanda konflik internal sebaiknya menghidupkan kembali penyelesaian melalui mekanisme internal, ketimbang mendorong revisi UU. Apalagi, revisi tersebut dianggap hanya untuk mengakomodasi kepentingan faksi tertentu di dalam parpol yang tengah berkonflik.
Demikian pandangan pakar hukum tata negara dari Universitas Hasanuddin Makassar Aminuddin Ilmar, pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf, dan Rektor Universitas Wisnuwardhana Kota Malang Suko Wijono, secara terpisah, Rabu (6/5) dan Kamis (7/5).
Aminuddin mengingatkan, revisi terbatas terhadap kedua UU itu hanya akan memperlemah kapasitas parpol dan elitenya untuk mengatasi konflik. “Parpol yang bermasalah harus diselesaikan lewat mekanisme internal atau melalui mahkamah partai. Jangan setiap masalah internal diselesaikan lewat revisi undang-undang. Kalau itu dilakukan akan berdampak buruk bagi kelangsungan partai-partai di masa mendatang,” ujarnya.
Dia mengingatkan, sudah ada ketentuan yang disepakati bersama dalam setiap partai, bahwa segala bentuk konflik yang muncul harus diselesaikan melalui mahkamah partai dan keputusan itu harus dijunjung tinggi oleh semua anggota partai. “Sangat aneh kalau keputusan itu digugat lagi. Lantas, sampai kapan konfliknya bisa selesai jika saling gugat,” jelasnya.
Ilmar juga menambahkan, jika ada partai yang tidak bisa ikut pilkada karena sedang berseteru dan belum menemukan titik terang penyelesaian, itu sudah risiko yang harus diterima.
Asep Warlan Yusuf juga berpandangan, masih belum terlambat bagi Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk menempuh islah. “Solusi yang paling tinggi nilainya yang bisa ditempuh adalah langkah damai atau islah. Tidak ada kata terlambat karena komunikasi memang harus dilakukan secara kekeluargaan,” katanya.
Sementara itu, Suko Wijono meminta elite parpol sudah waktunya berkonsentrasi terhadap keutuhan persatuan dan kesatuan . “Tinggalkan ego kelompok dan golongan dan jangan ribut saja tentang problem internal parpol,” katanya.
Tolak Revisi
Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar versi Munas Ancol, Lawrence Siburian menegaskan, pihaknya menolak rencana revisi terbatas terhadap UU 2/2011 dan UU 8/2015. Pasalnya, revisi terbatas kedua UU ini hanya untuk mengakomodasi kepentingan kelompok tertentu yang terancam tidak bisa mendaftarkan calonnya mengikuti pilkada serentak akhir tahun ini. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan pendaftaran calon kepala daerah pada 2628 Juli mendatang.
“Revisi sebuah UU harus menyangkut kepentingan semua orang, bukan kepentingan sekelompok orang. Kami melihat revisi UU Parpol dan UU Pilkada hanya berdasarkan kepentingan kelompok tertentu, maka kita lawan,” ujarnya, Kamis (7/5).
Lawrence menilai, sebelummerevisi sebuah UU, perlu dipertimbangkan berbagai aspek, seperti aspek filosofis, yuridis, sosiologis, dan historis. Dengan demikian, revisi UU tersebut dilakukan dengan matang dan menyangkut kepentingan semua orang.
“Bukan seperti sekarang ini, hanya demi kepentingan kelompok tertentu, maka UU diubah. Jika kedua UU ini direvisi, kami akan melawan secara yuridis dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi,” tandasnya.
Penolakan juga dilontarkan PPP kubu M Romahurmuziy. Menurut Wakil Sekjen PPP Arsul Sani, revisi UU Parpol dan UU Pilkada berpotensi menabrak aturan perundangan lain, seperti UU PTUN dan UU Administrasi Pemerintahan.
Dalam UU PTUN Pasal 115 disebutkan, hanya keputusan yang berkekuatan hukum tetap yang dapat dijadikan landasan. Selain itu, UU Administrasi Pemerintahan pada Pasal 7 juga mengatakan pejabat negara melaksanakan wewenangnya harus sesuai dengan perundangundangan yang berlaku.
Arsul mengatakan, PPP ingin apa pun yang dilakukan DPR sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam UU 12 / 2011 tentang Pembentukan UU, memang diatur bahwa revisi UU di luar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) memungkinkan untuk dilakukan. Namun revisi tersebut memiliki syarat harus dalam keadaan kegentingan nasional yang mendesak.
“Sedangkan wacana revisi ini sama-sama kita ketahui untuk kepentingan sekelompok orang dalam partai. Ini PPP yang tidak mau. Janganlah atas kepentingan pihak tertentu DPR memaksakan kehendaknya untuk merevisi UU. Apalagi masih banyak RUU dalam Prolegnas yang belum dikerjakan oleh DPR,” tandasnya.
Untuk itu, dia memastikan pihaknya akan menolak wacana revisi tersebut apabila nantinya dibahas dalam paripurna pembukaan masa sidang keempat.
Jamin Hak Parpol
Sebaliknya, DPP Partai Golkar versi Munas Bali menilai, revisi terbatas atas UU Parpol dan UU Pilkada merupakan kebutuhan yang mendesak. Dengan revisi terbatas, akan menjamin partai yang tengah dilanda konflik internal mengikuti pilkada serentak 2015.
“Kami berpikir revisi UU Parpol dan UU Pilkada dapat menjamin setiap parpol, termasuk parpol yang bersengketa, untuk mengikuti pilkada serentak. Revisi terbatas kedua UU ini merupakan kebutuhan mendesak,” ujar Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman, yang merupakan politisi dari Golkar kubu Munas Bali.
Diungkapkan, revisi terbatas terhadap UU Parpol bakal dilakukan terhadap Pasal 32 dan Pasal 33 yang menyangkut keabsahan parpol dan penyelesaian perselisihan kepengurusan parpol. Menurutnya, kedua pasal ini perlu diperjelas. Selain itu, UU Parpol harus bisa menjamin parpol yang sedang bersengketa untuk ikut pilkada serentak.
Sedangkan, UU Pilkada yang bakal direvisi, menurut Rambe, adalah Pasal 42 Ayat 4,5, dan 6 yang mengatakan pendaftaran calon peserta pilkada oleh parpol dan gabungan parpol harus mendapat rekomendasi oleh pengurus parpol di provinsi dan kabupaten kota, serta harus disertai surat putusan dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Revisi ini, katanya untuk mengakomodasi parpol-parpol yang memiliki capaian 20% kursi di DPRD dalam pemilu sebelumnya.
“Jadi, revisi terbatas ada untuk menghargai hak dari parpol itu sendiri. Masa parpol atau gabungan parpol yang meraih suara 20% di DPRD tidak bisa ikut pilkada hanya karena partai sedang bersengketa. UU Pilkada harus mengatur status parpol yang sedang berselisih dalam pilkada,” tandasnya.
Diambil dari sumber: Suara Pembaruan, Kamis, 7 Mei 2015