Home / Berita / PANDEMI COVID-19, PEMBERLAKUAN PSBB DAN PELAKSANAAN NEW NORMAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM

PANDEMI COVID-19, PEMBERLAKUAN PSBB DAN PELAKSANAAN NEW NORMAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM

Unidha-Malang. Universitas Wisnuwardhana Malang menyelenggarakan Webinar Nasional yang bertajuk  “Pandemi Covid-19, Pemberlakuan PSBB Dan Pelaksanaan New Normal Dalam Perspektif Hukum” pada 15 Juni 2020, melalui aplikasi Zoom dan live streaming Youtube “divpromotion.unidha”. Kegiatan ini diikuti oleh +1200 peserta dari berbagai kalangan, dengan Keynote Speaker yaitu Prof. Dr. H. Suko Wiyono, S.H., M.H. selaku Rektor Universitas Wisnuwardhana Malang, Wakil Ketua Pengurus Pusat AP.HTN-HAN Indonesia, dan Wakil Ketua Pengurus Pusat Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI).

Narasumber dalam kegiatan ini yaitu Prof. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, S.H., M.M. (Dekan Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret), Dr. Bambang Winarno, S.H., M.S. (Dekan Fakultas Hukum, Universitas Wisnuwardhana Malang), Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum. (Wakil Dekan Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya Malang), dan Dr. Himawan Estu Bagijo, S.H., M.H. (Kepala Disnakertrans Jawa Timur).

Pada kesempatan pertama, Prof. Dr. H. Suko Wiyono, S.H., M.H. menyampaikan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah. Dengan mengkaji sejarah bangsa Indonesia, akan dapat diambil hikmahnya. Yaitu dapat menyerap hal-hal yang positif untuk diteruskan dalam rangka mencapai tujuan Proklamasi 17 Agustus 1945. Selain itu, juga dapat mengetahui penyebab kegagalan pada masa lalu agar tidak terulang untuk masa mendatang serta dapat mengetahui peran para pemimpin pada jamannya.

Indonesia adalah Negara hukum. Berkaitan dengan Pandemi Covid-19 ini, maka ada undang-undang  yang mengatur terkait dengan pandemic Covid-19. Undang-undang tersebut mengatur segala hal yang berhubungan dengan pandemic Covid-19 seperti penetapan bencana alam, kebijakan uang dalam penangan pandemic Covid-19 dan sebagainya.

Selanjutnya Prof. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, S.H., M.M. menjelaskan bahwa WHO menyatakan bahwa kita harus hidup berdampingan dengan Covid-19. Mengapa? Karena ada potensi bahwa virus ini tidak akan segera menghilang dan tetap ada di tengah masyarakat. Berdampingan bukan berarti menyerah, tapi menyesuaikan diri. New Normal merupakan perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal dengan menerapkan protokol kesehatan guna mencegah penularan Covid-19. Upaya pemerintah untuk menciptakan kondisi new normal sudah terlihat dari kebijakan yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan, misalnya, mengizinkan transportasi antarwilayah kembali beroperasi dengan syarat ketat, termasuk surat ijin dinas dan hasil tes negatif Covid-19.

Dr. Bambang Winarno, S.H., M.S. juga menyampaikan bahwa sejak timbulnya Covid-19 di Indonesia, muncul pelbagai konsep penanggulangan Covid-19, yaitu bencana non alam, lockdown, PSBB-PSBL, relaksasi PSBB, PSBB transisi, pengurangan PSBB, dan adaptasi. Dalam kaitannya dengan Covid-19, New Normal ditafsirkan pelbagai pihak sesuai dengan kepentingan masing-masing. Pada akhirnya menimbulkan ketidakpastian hukum. Beda tafsir yang menonjol yaitu karena adanya dikotomi antara kesehatan dan ekonomi.

Dalam kesempatan lain, Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum. juga menjelaskan salah satu poin bahwa kedaruratan dalam ketatanegaraan Indonesia tercantum dalam UUD NRI Tahun 1945, yaitu keadaan bahaya (pasal 12), meliputi darurat sipil, darurat militer, keadaan perang, darurat bencana, dan darurat kesehatan. Kegentingan yang memaksa (pasal 22 ayat (1)) yaitu pembentukan Perpu.

Pemberlakuan new normal membuat kontradiksi dengan pernyataan Darurat Kesehatan Mayarakat sebagaimana ditetapkan Kepres. Terdapat relaksasi/ pelonggaran padahal dalam Kepres pernyataan darurat belum dicabut. Seharusnya konsep new normal masuk dalam PP PSBB dengan demikian jelas ruang lingkup dan keberlakuannya.

Dr. Himawan Estu Bagijo, S.H., M.H. juga menyampaikan bahwa Pandemi Covid-19 terjadi di ± 213 negara. Presiden Republik Indonesia menyatakan Covid-19 sebagai Bencana Nasional Non Alam (Kepres RI No. 20 Tahun 2020) pada tanggal 13 April 2020.

Dasar hukum kebijakan pemerintah daerah yaitu Pasal 17 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menyebutkan “Daerah berhak menetapkan kebijakan daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah”, dan Pasal 17 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menyebutkan “daerah dalam menetapkan kebijakan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat”. (ism-red)

Live Delay bisa disaksikan di bawah ini:

Materi ini bisa diperoleh melalui: http://conference.wisnuwardhana.ac.id/webinar-series-2020/

Loading