Home / Berita / KULIAH TAMU: PERLUNYA EDUKASI RESOLUSI KONFLIK AGRARIA PADA MAHASISWA DAN MASYARAKAT

KULIAH TAMU: PERLUNYA EDUKASI RESOLUSI KONFLIK AGRARIA PADA MAHASISWA DAN MASYARAKAT

malang.memo-x.com. Dulu, Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan dan sumber daya alam yang melimpah ruah, sehingga masyarakat tercukupi dalam sandang, pangan dan papan dengan merata. Namun kondisi tersebut berbalik 180 derajat dengan keadaan saat ini. Untuk urusan sandang, pangan dan papan yang bersumber dari alam, hanya dapat dinikmati oleh kelompok tertentu. Bahkan tak jarang, masyarakat menengah ke bawah ditemukan mati kelaparan di jalanan, diatas becak sebagai sumber pencaharian, dan lainnya. Hal ini dikarenakan sektor agraris atau pertanahan telah dikuasai kelompok konglomerat yang bersinergi dengan pejabat korup untuk memperkaya dirinya.

Ungkapan tersebut seperti diutarakan oleh Prof Dr H Ahmad Sodiki SH, mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi RI periode 2008-2013, dan sekarang menjadi Dewan Penasehat Istimewa Mahkamah Konstitusi RI, dalam Kuliah Tamu bertemakan “Resolusi Konflik Agraria di Indonesia untuk mewujudkan Kedaulatan Rakyat atas tanah, di Universitas Wisnuwardhana (Unidha) Malang, Sabtu (18/2) siang. “Konflik tanah itu sudah ada sejak jaman kerajaan, hingga timbul peperangan dan konsesi dengan Belanda. Dulu jika berurusan dengan pemerintah Belanda, rakyat membakar lahan sengketa tersebut. Namun saat ini, masyarakat berhadapan dengan investor, lembaga pemerintah/swasta, dan perorangan,” jelas pria berusia 72 tahun itu.

“Yang kita sesalkan, lupa jati diri sebagai bangsa agraris. Karena lupa kepentingan rakyat yang terbesar, yakni petani. Karena tanah semakin mahal, maka kongkalikong dengan konglomerat menguasai tanah milik orang lain dengan membuat sertifikat. Kompensasinya ada jatah untuk pejabat. Inilah yang menyebabkan pergeseran fungsi agraris. Akibatnya, ketidakadilan sosial yang terjadi, khususnya kaum menengah ke bawah dalam kepemilikan tanah. Selain itu, seharusnya pemerintah tidak boleh mencampuri urusan ekonomi untuk pihak tertentu sebagaimana pasal 33. Contohnya membolehkan pasar modern masuk, sehingga akan membunuh perekonomian menengah ke bawah, selain kalah bersaing juga tidak mampu membeli bedak akibat harga bedak melambung untuk subsidi jatah bedak yang diminta pejabat,” paparnya.

Permasalahan warisan Kebijakan Pemerintah nampak pada kasus Freeport, yang diindikasikan terbentur ikatan kontrak sebelumnya. “Freeport hanya dapat 7 persen, sisanya katanya untuk Freeport, kemungkinan itu ada yang masuk ke kantong oknum. Padahal sangat jelas bertentangan dengan pasal 33. Akhirnya pemerintah berikutnya serba salah, karena sistem kontrak sebelumnya bersifat tidak bisa sepihak. Hukum itu tidak memihak, tapi kenyataannya memang tidak memihak kaum bawah dan memihak kaum atas,” tukasnya.

Sementara itu, pemateri lain dosen Fakultas Hukum Unidha Febry Chrisdanty, SH, MHum mengatakan, peliknya kasus agraria terus meningkat karena minimnya pengetahuan pemilik tanah, khususnya tanah waris, yang berhadapan dengan kepentingan kelompok tertentu. “Harus diteliti apakah dokumennya sesuai dengan data di lapangan. Seharusnya Instansi pemerintah terkait menyinkronkan dulu dengan pemilik. Hasilnya dijadikan acuan. Untuk kasus sengketa, bisa diajukan sebagai bahan konsultasi publik dengan masyarakat, untuk mendapatkan kesepakatan dengan masyarakat, sepakat atau keberatan. Jika sengketa, bisa dibatalkan oleh PTUN. Sebab ada banyak kasus 1 tanah memiliki banyak AJB, melebihi luas tanah dari sertifikat, petok D yang umumnya ada di desa beralih ke pihak lain, dan lainnya,” jelasnya.

Sementara itu, Wakil Dekan FH Bambang Winarno, SH, MHum, mengatakan masalah keagrarian menimbulkan konflik cukup tinggi, namun jarang muncul di media massa. Tahu-tahu saat eksekusi. Sehingga hal ini perlu diedukasikan pada masyarakat umum sebagai antisipasi dan resolusi. Senada, Rektor Unidha Prof Dr H Suko Wiyono SH MH, mengatakan hal juga dapat menjadi bahan pembelajaran bagi mahasiswa Fakultas Hukum Unidha agar permasalahan agraria yang ditemui di masyarakat dapat diselesaikan dengan baik, baik secara konstitusi, keadilan sosial dan lainnya. “Semoga mahasiswa Fakultas Hukum bisa memperoleh ilmu yang bermanfaat dan mampu mengedukasi masyarakat umum. Salut, meski masih semester dua sudah berani mengadakan kuliah tamu ini,” tukasnya.

_MG_2163

Sumber: https://malang.memo-x.com/20587/perlunya-edukasi-resolusi-konflik-agraria-pada-mahasiswa-dan-masyarakat.html

Loading