Home / KARYA KITA / PEMERINTAH PERLU PERBAIKI KOMUNIKASI POLITIK

PEMERINTAH PERLU PERBAIKI KOMUNIKASI POLITIK

JAKARTA] Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) perlu membangun komunikasi politik yang baik dengan parlemen. Dengan komunikasi yang baik antara eksekutif dan legislatif, kerja pemerintah tidak akan terganggu oleh isu-isu politik yang kerap dilontarkan parlemen.

Demikian rangkuman pendapat Guru Besar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk, pakar komunikasi Ade Irawan, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, dan pengamat politik Suko Wijono yang dihimpun SP di Jakarta, Sen in (6 / 4) . Menuru t Hamdi Muluk, komunikasi politik pemerintah dan parlemen perlu diperbaiki agar efektif dan efisien.

Dia menilai komunikasi politik pemerintah selama ini lebih banyak blunder, karena tidak ada yang mengurus secara serius. “Komunikasi pemerintah, baik presiden dan para menterinya, agak payah sehingga sering blunder dan berbeda satu sama lain,” kata Hamdi.

Menurutnya, salah satu penyebab adalah tidak diberdayakan Kantor Urusan Komunikasi Publik . Padahal, jika kantor itu diberdayakan, komunikasi politik pemerintah akan lebih tertata dan efektif.

“ Kantor Urusan Komunikasi Politik pemerintah perlu diolah dengan baik, harus segera dibenahi. Strukturnya bagaimana, harus jelas, sehingga apa yang dikeluarkan pemerintah hanya melalui satu pintu,” ujarnya.

Terkait komunikasi antara pemerintah dan legislatif, dia mengharapkan peran partai pendukung pemerintah di parlemen lebih proaktif untuk membantu pemerintah. Selain dengan partai oposisi, partai pendukung pemerintah, terutama PDI-P, juga jangan sampai bersikap berlawanan yang bisa memperkeruh suasana.

Ade Irawan menambahkan, Presiden Jokowi perlu terus membangun jalur komunikasi elite untuk membangun kesepakatankesepakatan politis demi kesejahteraan rakyat. Pasalnya, selama kurang lebih enam bulan masa pemerintahan Jokowi-JK, jalur komunikasi elite sangat jarang dilakukan.

“Selama ini, Presiden Jokowi jarang membangun jalur komunikasi elite. Jokowi hanya lebih banyak melakukan komunikasi dengan publik,” ujar Ade. Menurutnya, jalur komunikasi elite umumnya dilakukan secara tertutup, baik antara elite pemerintahan maupun elite parpol . Komunikasi elite ini bertujuan agar terjalin hubungan yang sehat.

“Pemerintah bisa menjadi inisiatif dengan melakukan komunikasi elite, misalnya dengan pimpinan parpol, untuk mencari titik temu terhadap persoalanpersoalan bangsa,” katanya. Komunikasi elite, tambahnya, bisa mencairkan suasana dan ketegangan antara parlemen dan pemerintah.

Ade juga mengharapkan agar pemerintah membangun kantor komunikasi, sehingga pola komunikasi yang baik untuk publik, internal, dan elite dapat ditata dengan baik. “Adanya kantor komunikasi ini dapat mengolah pola komunikasi, sehingga dalam memberikan informasi atau penjelasan kepada publik tidak berantakan. Penjelasan suatu masalah di antara menteri juga tidak berbeda,” tuturnya.

 

Terbuka

Sedangkan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, komunikasi politik antara Presiden Jokowi dan legislatif berjalan sewajarnya. Pemerintah selalu terbuka terhadap aspirasi dan masukan dari DPR . “Komunikasi politik antara pemerintah, secara khusus Presiden dengan DPR, menurut saya berjalan dalam tahap wajar serta konstruktif,” kata Tjahjo.

Oleh karena itu, dia menyatakan, Presiden tidak perlu melakukan pertemuan konsultasi dengan DPR secara rutin. “Pertemuan konsultasi tidak selamanya harus antara Presiden dan pimpinan DPR secara rutin atau berkala. Cukup setiap saat DPR bisa menggelar rapat kerja atau rapat dengar pendapat dengan para menteri,” ujarnya.

Dikatakan, pemerintah selalu bersikap terbuka dalam setiap pengambilan keputusan politik bersama DPR. Tjahjo juga menilai, selama ini DPR tetap objektif dan kritis dalam mendukung pemerintah. “Yang saya pahami, DPR secara objektif dan kritis mendukung penuh kebijakan pemerintah. Tidak ada bargaining politik, misalnya terkait isu perombakan kabinet, karena belum ada indikasi yang saya tangkap untuk adanya perombakan,” ujar mantan Ketua Fraksi PDI-P itu.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, pimpinan DPR mendorong agar komunikasi di antara pemerintahan dan DPR lebih diintensifkan. Hal itu penting untuk lebih mengefektifkan pemerintahan, khususnya dalam mereduksi potensi kegaduhan yang kontraproduktif.

“Manajemen politik presiden sangat ditentukan oleh kapasitas dalam mengelola komunikasi dengan DPR. Tradisi konsultasi perlu diperbaiki dan diintensifkan. Apalagi, Presiden memang memerlukan itu. He is new kid on the block,” kata Fahri.

Dia tak sepakat bila dikatakan relasi eksekutif dan parlemen tidak cukup hanya dengan rapat kerja menteri dan mitra kerjanya. Sebab, tidak jarang banyak persoalan yang kunci persoalannya justru ada di tangan presiden dan membutuhkan penjelasan dari presiden secara langsung. Hal itu hanya bisa diperoleh melalui pertemuan konsultasi Presiden dan parlemen.

Pengamat politik Suko Wijono menyatakan, setiap kebijakan yang diambil Presiden Jokowi selalu memiliki kelebihan dan kekurangan bagi parlemen dan rakyat. Untuk mengurangi serangan dari parlemen, yang lebih banyak dihuni eks lawan politiknya, Jokowi mesti ekstra hatihati dalam mengambil kebijakan. Sebab, hampir seluruh keputusan yang diambil Presiden dipolitisasi lawan-lawan politiknya.

Karena itu, Presiden harus menjadi negarawan sejati dengan menjalin hubungan yang dekat dengan semua parpol di parlemen. “Presiden dan Wapres tak perlu sungkan menjalin hubungan dengan Prabowo Subianto selaku nakhoda Koalisi Merah Putih (KMP) dan Susilo Bambang Yudhoyono yang memimpin Partai Demokrat,” tuturnya.

 

Diambil dari sumber: Suara Pembaruan, Senin 06 April 2015

Loading